Blog untuk berbagi tentang ilmu di Sekolah Dasar

Pengertian tentang Matematika

Pengertian tentang Matematika

Istilah Matematika seperti yang dikutip Andi Hakim Nasution dalam Karso (1998:1.33) berasal dari bahasa Yunani methein atau manthenein yang artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat hubungannya dengan kata Sansakerta medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.
Ruseffendi dalam Karso (1998:1.33) menyatakan bahwa Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah metematika sering disebut ilmu deduktif.
Taylor dan Francis Group (2008) dalam International Journal of Education in Science and Technology: Mathematics is pervanding every study and technique in our modern world. Bringing ever more sharpy into focus the responsibilities laid upon those whose task it is to tech it. Most prominent among these is the difficulty of presenting an interdisciplinary approach so that one professional group may benefit from the experience of others. Matematika mencakup setiap pelajaran dan teknik di dunia modern ini. Matematica memfokuskan pada teknik pengerjaan tugas-tugasnya. Hal yang sangat mencolok yaitu mengenai kesulitan dalam mengaplikasi pendekatan interdisciplinary (antar cabang ilmu pengetahuan), oleh karena itu para pakar bisa memperoleh pengetahuan dari cabang ilmu lain. www.tandf.co.uk/.../0020739x.asp diakses pada 29 Desember 2009)
Menurut Kline dalam Karso (1998:1.34) menyatakan bahwa Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat disempurnakan karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial ekonomi dan alam.
Johson dan Myklebust yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252).menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis dan praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Menurut Lerner dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252) Matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kualitas.
Sutawijaya sebagaimana dikutip Nyimas Aisyah dkk (2007:11), menyatakan bahwa Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun menggunakan (lambang) dan penalaran deduktif.
Sedangkan menurut Gail A. William (1983:3) menyatakan Matematics is beautiful and useful creation of the human mind and spirit. Matematika adalah sebuah kreasi yang indah dan berguna dalam pikiran dan jiwa manusia.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2007 menyatakan bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu deduktif dan universal yang mengkaji benda abstrak, disusun dengan menggunakan bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memajukan daya pikir manusia serta berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Read More
Pengertian Pembelajaran

Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar. Menurut Corey dalam Nyimas Aisyah (2007.1.3) Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Senada dengan pengertian di atas Gagne, Birggs, dan Wager dalam Udin S Winata Putra (2007:1.19), berpendapat bahwa Instruction is a set of event that affect leaners is such a way that learning is facilitated. Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Menurut Oemar Hamalik (1999:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Suprapto (2003:9) berpendapat bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang sengaja menciptakan suatu lingkungan sehingga terjadi proses belajar secara efektif dan efisien.

1)      Komponen pembelajaran
Dalam pembelajaran terdapat bermacam-macam komponen atau unsur. Menurut Oemar Hamalik (1999:66) Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran adalah seorang siswa / peserta didik, suatu tujuan dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Guru (pengajar) tidak termasuk unsur sistem pembelajaran, fungsinya dapat digantikan atau dialihkan kepada media sebagai pengganti sepeti : buku, slide, teks yang diprogram dan sebagainya namun kepala sekolah dapat menjadi salah satu unsur sistem pembelajaran karena berkaitan dengan prosedur perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Suprapto (2003:9) komponen pembelajaran antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/ alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran. Udin S Winata Putra (2007:1.21) berpendapat bahwa komponen-komponen pembelajaran saling berkaitan satu sama lain. Komponen tersebut antara lain : tujuan, meteri, kegiatan dan evaluasi pembelajaran.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen pembelajaran antara lain : siswa, tujuan, materi, kegiatan / prosedur, media, evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran.
Read More
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Assalamualaikum Wr. Wb Rekan Guru di Indonesia dan di Luar Negeri.
Simak Model- model pembelajaran kooperatif berikut ini:
Menurut Agus Suprijono (2009: 65) terdapat enam langkah atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan model kooperatif  langkah-langkah itu ditunjukkan pada tabel 1 bawah ini.
Tabel 1. Langkah-langkah Model  Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE

PERILAKU GURU
Fase 1:  Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa agar lebih siap menerima pelajaran.
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi.
Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal.
Fase 3:  Organize students into learning tems
Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar.
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
Fase 4: Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar.
Membentu tim-tim belajar selama siswa mengerjakan tugas.
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa mengenai mengenai materi pelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Provide Recognition
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
a.      Pengertian Pembelajaran Kooperatif  Time Token
Pembelajaran kooperatif time token dikemukanakan oleh Arends 1998. Model Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
Model pembelajaran Time Token Arends 1998 merupakan model pembelajaran yang bertujuan agar masing-masing anggota kelompok diskusi mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lain.
Model ini memiliki struktur pengajaran yang sangat cocok digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, serta untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali. (http://rumahdesakoe.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-time-token-arends.html)

Arends (2008:29) Tujuan dalam pembelajaran kooperatif time token menumbuhkan keterampilan berpartisipasi. Sementara sebagian siswa mendominasi kelompok, sebagian lainnya mungkin justru tidak mau atau tidak mampu berpartisipasi. Kadang- kadang siswa menghindari kerja kelompok karena pemalu. Sering kali siswa- siswa pemalu sangat cerdas, dab mereka mungkin bekerja dengan baik sendirian atau dengan seorang teman. Akan tetapi, mereka sangat sulit untuk berpartisipasi dalam kelompok. Siswa yang ditolak mungkin juga memiliki kesulitan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Di samping itu, ada juga anak- anak normal yang entah apapun alasannya, memilih untuk bekerja sendiri dan menolak untuk berpartisipasi dalam kelompok kooperatif.
Memastikan bahwa siswa- siswa pemalu atau ditolak ikut masuk ke dalam kelompok bersama siswa- siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik adalah salah satu cara yang dapat digunakan guru untuk melibatkan mereka. Menstrukturisasikan interdependensi tugas, yang dideskripsikan sebelumnya, adalah cara lain untuk mengurangi kemungkinan siswa yang ingin bekerja sendiri. Menggunakan lembar perencanaan yang mendaftar berbbagai tugas kelompok lengkap dengan nama siswa-siswa yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas- tugas adalah  cara ketiga untuk mengajarkan dan memastikan partisipasi yang seimbang diantara anggota- anggota kelompok. Time token dan  high tap out adalah kegiatan- kegiatan khusus yang mengajarkan keterampilan berpartisipasi.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif time token adalah model pembelajaran kooperatif yang menuntut partisipasi siswa dalam kelompok untuk berbicara (mengeluarkan ide/ gagasannya) dengan diberi kupon berbicara sehingga semua siswa harus berbicara, maka dari itu siswa tidak ada yang mendominasi dalam pelaksanaan diskusi. 
Read More
Jenis- jenis Pembelajaran Kooperatif

Jenis- jenis Pembelajaran Kooperatif

Johnson dan Smith dalam Miftahul Huda (2011:87) ada beberapa jenis pembelajaran kooperatif. Empat diantaranya adalah: 1) kelompok pembelajaran kooperatif formal (formal cooperative learning), 2) kelompok pembelajaran kooperatif informal (informal cooperative learning), 3) kelompok besar kooperatif (cooperative base group), 4) gabungan tiga kelompok kooperatif (integrated use of cooperative learning group).
Menurut Sugiyanto (2008: 42) ada empat model dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) Student Achievement Divisions (STAD); (2) Jigsaw, (3) Group Investigation (GI); (4) Metode Stuktural
Trianto (2007: 49) berpendapat bahwa beberapa variasi dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Student Achievement Divisions (STAD); (2) Jigsaw; (3) Team Games Tournaments (TGT); (4) Think Pair Share (TPS); (5) Numbered Head Together (NHT).
Sedangkan Slavin (2009; 11) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif ada beberapa model yaitu: (1) Student Achievement Divisions (STAD); (2)  Team Games Tournaments (TGT); (3) Jigsaw; (4) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC); (5) Team Accelerated instruction (TAI).
Isjoni (2001: 59) mengungkapakan bahwa terdapat beberapa variasi yang dapat diterapkan, yaitu di antararanya: (1) Student Achievement Divisions (STAD; (2) Jigsaw; (3) Group Investigation (GI); (4) Rotating Trio Exchange; (5) Group Resume.
Arends (2008:29) Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpartisipasi. Terdapat dua model pembelajaran kooperatif antara lain time token dan high talker tap out.
Berdasarkan dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model-model pembelajaran kooperatif terdiri dari: (1) Student Achievement Divisions (STAD); (2) Jigsaw, (3) Group Investigation (GI); (4) Metode Stuktural; (5) Team Games Tournaments (TGT); (6) Think Pair Share (TPS); (7) Numbered Head Together (NHT); (8) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), (9) Team Accelerated instruction (TAI); (10) Rotating Trio Exchange; (11) Group Resume, (12) Time Token, (13) High Tap Out.
Jenis-jenis model pembelajaran kooperatif di  atas, memang masing-masing  model  memiliki  kelemahan  dan  keunggulan  tersendiri sehingga pada  hakikatnya  model yang  paling  tepat  untuk  setiap  mata pelajaran sukar ditentukan. Begitu  juga guru sukar menggunakan model yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.  Namun,  dapat  disimpulkan  bahwa  setiap  model pembelajaran  itu dikatakan baik  apabila memenuhi kriteria  sebagai berikut: (1) Sesuai dengan  tujuan; (2) Dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan guru;  (3)  Tergantung  dengan  kemampuan  siswa;  (4)  Sesuai  dengan  besarnya kelompok; (5) Melihat waktu pengumuman; (6) Melihat fasilitas yang  ada. Model  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  model kooperatif time token yaitu  model pembelajran yang menekankan pada kegiatan berkelompok dan masing- masing individu dalam kelompok harus berpartisipasi di dalam diskusi.
Read More
Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johson dalam Agus Suprijono, (2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
  1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individual mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
  1. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
  1. Face to face promotive interaction  (Interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah (a) saling membantu secara efektif dan efesien; (b) saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan; (c) memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efesien; (d) saling mengingatkan; (e) saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi. (f) saling percaya; (g) saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
  1. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapian tujuan peserta didik dalam pencapaian peserta didik harus: (a) saling megenal dan mempercayai; (b) mampu berkomunikasi  secara akurat dan tidak ambisius; (c) saling menerima dan mendukung; (d) mampu menyelesaikan konflik secara konsttuktif.
  1. Group processing (pemrosesan kelompok)
Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektifitas anggota dalam memberikan konstibusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. 
Lain halnya dengan apa yang dikemukakan Lungdren dalam Isjoni, (2009: 13-14) bahwa unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
  1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
  2. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
  3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
  4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
  5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
  6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
  7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur- unsur dalam model pembelajaran kooperatif antara lain : Positive interdependence (saling ketergantungan positif), Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan), Face to face promotive interaction  (Interaksi promotif), Interpersonal skill (komunikasi antar anggota), Group processing (pemrosesan kelompok). Serta dalam pembelajaran kooperatif harus memiliki antara lain : Persepsi sama, tanggung jawab bersama, tujuan sama, terdapat pemimpin, bertanggungjawab individual,
Read More
Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2009: 4) model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran.
Rita Rani Mandal (2009: 96) mengemukakan The concept of cooperative learning refers to intructional methods and techniques in which student work in small group and rewarded in some way performence as a group. Dapat diartikan konsep pembelajaran kooperatif mengacu pada metode dan teknik dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil dan dihargai kinerjanya dalam kelompok.
Isjoni (2009: 12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Agus Suprijono (2009: 54) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas
Bertolak pada pendapat di atas, dapat diambil kesimpulkan bahwa pembelajaran koperatif  merupakan model pembelajaran yang berbentuk kerjasama diantara siswa, peran guru membimbing, mengarahkan, mengkoordinir, dan memantau aktivitas masing- masing kelompok sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran di dalam kelompok.
Read More
Jenis- jenis Model Pembelajaran

Jenis- jenis Model Pembelajaran

Menurut Sugiyanto (2008: 7) jenis-jenis model pembelajaran diantaranya (1) model pembelajaran kontekstual; (2) model pembelajaran kooperatif; (3) model pembelajaran kuantum; (4) model pembelajaran terpadu; (5) model pembelajaran berbasis masalah.
1.  Model pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk mengkaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa selain itu juga mendorong siswa membuat hubungan anrata pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
2.   Model pembelajaran kooperatif
     Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
3.   Model pembelajaran kuantum
Prinsip kuantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi kuantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBAK (Apa Manfaat Bagiku), alami dengan dunia realitas siswa, namai, buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi, komunikasi, ulangi dengan tanya jawab, latihan, rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

4.   Model pembelajaran terpadu
Pengajaran terpadu pada dasanya sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan.
5.   Model pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengertahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandiran dan percaya diri.
Read More
Model Pembelajaran

Model Pembelajaran

Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Agus Suprijono (2009: 46) bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Jocyce dalam Trianto, (2007: 5) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalmnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Akhmadsudrajat (2008: 1) dalam tulisannya menjelaskan bahwa: Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Soekamto dalam Trianto, (2007: 5) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sitematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. 
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/  mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. 
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model  pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Read More
Strategi Belajar Mengajar

Strategi Belajar Mengajar

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.


Read More
Pengertian Strategi Belajar Mengajar

Pengertian Strategi Belajar Mengajar

A.  Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Di dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa/i yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif secara optimal. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya di sebut metode mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau insturktur kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik. Di dalam kenyatan cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau message lisan kepada siswa, berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Maka, yang disebut dengan strategi belajar mengajar ialah memikirkan dan mengupayakan konsistansi aspek-aspek komponen pembentuk kegiatan sistem intruksional dengan siasat tertentu. Strategi Belajar Mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap guru  mulai memasuki suatu kegiatan yg bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dgn ank didik. Interaksi yg bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pembelajaran.
Sehingga bahan pelajaran yg disampaikan guru dapat difahami dan diaplikasikan siswa dengan tuntas.
B.  Jenis Strategi Belajar Mengajar
Berbagai jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain:
1.    1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.
·         Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi. Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
·         Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
1.    2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.
·         Strategi Belajar Mengajar Ekspositorik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar semua aspek dari komponen pembentukkan sistem intruksional mengarah pada penyampaian isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Dalam strategi ini tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsi dan konsep yang dipelajari. Semuanya telah disajikan guru secara jelas melalui aspek-aspek dari komponen yang langsung behubungan dengan para siswa pada waktu proses pembelajaran berlangsung.
·         Strategi Belajar Mengajar Heuristik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang mensiasati agar aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem intruksional mengarah pada pengaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip dan konsep yagn mereka butuhkan.
1.    3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru
·         Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
·         Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.
Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.

1.    4. Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa
·         Strategi Klasikal
·         Strategi Kelompok Kecil
·         Strategi Individual.
1.    5. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa
·         Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
·         Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.
1.    Berdasarkan  Model Desain Pelaksanaan Evaluasi Belajar
Berdasarkan maksud atau fungsinya, terdapat beberapa model desain pelaksanaan evaluasi belajar-mengajar. Di antaranya ialah evaluasi; sumatif, formatif, refleksi, dan kombinasi dari ketiganya.
·         Evaluasi sumatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya kegiatan belajar-mengajar, atau sering juga kita kenal dengan istilah lain, yaitu post test. Pola evaluasi ini dilakukan kalau kita hanya bermaksud mengetahui tahap perkembangan terakhir dari tingkat pengetahuan atau penguasaan belajar (mastery learning) yang telah dicapai oleh siswa. Asumsi yang mendasarinya ialah bahwa hasl belajar itu merupakan totalitas sejak awal sampai akhir, sehingga hasil akhir itu dapat kita asumsikan dengan hasil. Hasil penilaian ini merupakan indikator mengenai taraf keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Atas dasar itu, kita dapat menentukan apakah dapat dilanjutkan kepada program baru atau harus diadakan pelajaran ulangan seperlunya.
·         Evaluasi formatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama masih berjalannya proses kegiatan belajar-mengajar. Mungkin kita baru menyelesaikan bagian-bagian atau unit-unit tertentu dari keseluruhan program atau bahan yang harus diselesaikan. Tujuannya ialah apabila kita menghendaki umpan-balik yang secara (immediate feedback), kelemahan-kelemahan dari proses belajar itu dapat segera diperbaiki sebelum terlanjur dengan kegiatan lebih lanjut yang mungkin akan lebih merugikan, baik bagi siswa maupun bagi guru sendiri. Bila dibiarkan kesalahan akan berlarut-larut. Dengan kata lain, evaluasi formatif ini lebih bersifat diagnostik untuk keperluan penyembuhan kesulitan-kesulitan atau kelemahan belajar-mengajar (remedial teaching and learning), sedangkan reevaluasi sumatif (EBTA) biasanya lebih berfungsi informatif bagi keperluan pengambilan keputusan, seperti penentuan nilai (grading), dan kelulusan.
·         Evaluasi reflektif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sebelum proses belajar-menagjar dilakukan atau sering kita kenal dengan sebutan pre-test. Sasaran utama dari evaluasi reflektif ini ialah untuk mendapatkan indikator atau informasi awal tentang kesiapan (readliness) siswa dan disposisi (keadaan taraf penguasaan) bahan atau pola-pola perilaku siswa sebagai dasar penyusunan rencana kegiatan belajar-menagjar dan peramalan tingkat keberhasilan yang mungkin dapat dicapainya setelah menjalani proses belajar-menagjar nantinya. Jadi, evaluasi reflektif lebih bersifat prediktif.
Penggunaan teknik pelaksanaan evaluasi itu secara kombinasi dapat dan sering juga dilakukan terutama antara reflektif dan sumatif atau model pre-post test design. Tujuan penggunaan model dilaksanakan evaluasi ini ialah apabila kita ingin mengetahui taraf keefektivan proses belajar-mengajar yang bersangkutan. Dengan cara demikian, kita akan mungkin mendeteksi seberapa jauh konstribusi dari komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar-mengajar tersebut. Sudah barang tentu model ini pun lebih bersifat diagnostik, tetapi lebih komprehensi.
1.    C. Macam-macam Teknik Penyajian Belajar Mengajar
Ada beberapa macam bentuk teknik penyajian belajar mengajar, yaitu:
1.    1. Teknik Diskusi
Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah, yang dimana di dalam teknik ini terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat juga semuanya aktif tidak ada yagn pasif sebagai pendengar.
2. Teknik Kerja Kelompok
Teknik kerja kelompok adalalah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam kelas dipandang sebagi suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru.
3.   Teknik Penemuan (Discovery)
Teknik penemuan merupakan proses dimana seorang siswa melakukan proses mental yang harus mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip, yang dimaksud proses mental ialah mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan membuat kesimpulan dan lain sebagainya. Sedangkan prinsip yang dimaksud dengan prinsip ialah siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberiakn instruksi.
4.   Teknik Penyajian Tanya-Jawab
Teknik penyajian tanya-jawab ialah suatu cara untuk memberikan motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya, selama mendengarkan pelajaran atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi pelajaran yang sedang diajarkan guru agar dimengerti, bermanfaat dan dapat diingat dengan baik.
1.    Teknik Ceramah
Teknik ceramah ialah cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan, yaitu dimana seorang guru menularkan pengetahuannya kepada siswa secara lisan atau ceramah.
Ada banyak lagi macam- macam teknik penyajian belajar mengajar diantaranya, Simulasi, Unit Teaching, Microteaching, Sumbang Saran, Inqury, Eksperimen, Demonstrasi, Karya Wisata, Penyajian Secara Kasus, Latihan, dan lain sebagainya. Dalam keterbatasan Rumusan Masalah dan Bahan materi penulis hanya dapat menjelaskan lima dari beberapa yang menjadi teknik-teknik penyajian belajar mengajar.
1.    D. Hakikat Strategi Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan Belajar adalah kegiatan Primer dalam kegiatan kegiatan belajar mengajar, sedangkan Mengajar adalah kegiatan Skunder, maksudnya untuk terciptanya kegiatan belajar siswa yang optimal.
1.   Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar memiliki lima atribut pokok ialah:
1.    Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2.    Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
3.    Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
4.    Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:
1.    a.    Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
2.    Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.
3.    c.    Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
4.    Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
5.    e.    Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
6.    Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.
Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.

2.   Variabel Strategi Belajar Mengajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah: tujuan, bahan pelajaran, alat dan sumber, siswa, dan guru.
1.    Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap penggunaan strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:
1.    Keterampilan intelektual dengan tahapan-tahapannya:
1.    Diskriminasi, yaitu mengenal benda konkret.
2.    Konsep konkret, yaitu mengenal sifat-sifat benda/objek konkret.
3.    Konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memahami konsep terdefinisi.
4.    Aturan, yaitu kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip.
5.    Masalah/aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai aturan.
2.    Strategi kognitif, yaitu kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.
3.    Informasi verbal, yaitu kemampuan menyimpan nama/label, fakta, pengetahuan di dalam ingatan.
4.    Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik.
5.    Sikap, yaitu kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai.
6.    Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa di dalam menggunakan strategi belajar-mengajar, antara lain:
1.    Siswa sebagai pribadi tersendiri memiliki perbedaan-perbedaan dari siswa lain.
2.    Jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.
3.    Dari faktor alat dan sumber yang perlu dipertimbangkan ialah:
1.    Jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga.
2.    Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar).
3.    Dari faktor guru yang akan mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kemampuan membelajarkan siswa.
3.   Kerangka Acuan Strategi Belajar Mengajar
1.   Pengaturan Guru dan Siswa
Segi pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru atau suatu tim, sanjutnya apakah hubungan guru-siswa terjadi secara tatap muka (langsung), atau dengan perantaraan media (tidak langsung). Sedangkan dari segi pengaturan siswa dapat dibedakan pengajaran yang bersifat klasikal (kelompok besar), (kelompok kecil) dan pengajaran perseorangan (individual).
2.   Struktur Peristiwa Belajar Mengajar
Struktur peristiwa belajar mengajar dapat bersifat tertutup dalam artian segala sesuatu telah ditentukan secara relatif ketat, seperti yang dilakukan oleh para calon guru yang berlatih mengajar yang tidak berani menyimpang dari persiapan mengajar yang telah dibuat dan disetujui oleh dosen pembimbing.
3.   Peranan Guru-Siswa dalam mengolah pesan
Peristiwa belajar mengajar bermaksud untuk mencapai tujuan, ingin menyampaikan sesuatu pesan yang dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi keterampilan lain. Pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap diolah dinamakan bersifat ekspositorik, sedangkan yang mengharuskan pengolahan pesan oleh siswa dinamakan Heuristik-hipotetik.
4.   Proses Pengolah Pesan
Proses pikir manusia di dalam menjalani pengalaman belajar tidak selalu sama, ada peristiwa belajar mengajar di mana proses ini bertolak dari yang umum untuk dilihat keberlakuan atau akibatnya pada yang khusus ini disebut Umum ke Khusus(Deduktif). Sebaliknya bila peristiwa belajar mengajar yang di mana prosesw pengolahan bertolak dari contoh-contoh konkret kepada generalisasi atau prinsip umum ini disebut Khusus ke Umum (Induktif). Dengan demikian strategi belajar mengajar heuristik proses pengolahanya adalah induktif, sebaliknya ekspositorik bersifa deduktif.
4.   Pola-pola Belajar Siswa
a. Mengidentifikasi pola-pola belajar siswa
Gagne (Lefrancois 1975:114-120) mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke dalam 8 tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah:
·         Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)
Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learningdapat didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat involunter (tidak disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini ialah diberikan stimulus secara serempak perangsang-perangsang tertentu dengan berulang-ulang.
·         Tipe II: Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)
Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961) atau belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.
·         Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal terdapat pada diri siswa harus sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Di samping itu, prinsip contiguity, repetition, danreinforcement masih tetap memegang peranan penting bagi berlangsungnya proseschaining dan association tersebut.
·         Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan)
Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian) di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih pola-pola sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat berlangsungnya proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)
·         Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)
Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang diperlukan bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
·         Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep (pengertian) dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat konklusi tertentu.
·         Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)
Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah (memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik) dengan menggunakan berbagai rule yang telah dikuasainya. Menurut John Dewey (Loree,1970:438-439) dalam bukunya How We Think, proses belajar pemecahan masalah itu berlangsung sebagai berikut:
ü      Become aware of the problem (menyadari adanya masalah)
ü      Clarifying and defining the problem (menegaskan dan merumuskan masalahnya)
ü      Searching for facts and formulating hypotheses (mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis)
ü      Evaluating proposed solution (mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan)
ü      Experimental verification (mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental, uji coba)
b. Memilih system belajar mengajar (pengajaran)
Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara pendekatan atau system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai system pengajaran yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:
·         Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan data-analisis data-verifikasi-generalisasi.
System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois, 1975:121-126). Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif. Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang terpimpin dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang dipelajarinya.
·         Expository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingg asiswa tingal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib. Secara garis besar prosedurnya ialah periapan-petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat bahwa pada tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan penguasaannya atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman yang bertalian dengan hal tersebut.
·         Mastery learning (belajar tuntas)
Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus dimulai dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan ke dalam satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini telah dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga system pengajaran modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI). Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
·         Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar mengajar menurut paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap siswa.
E.   Implikasi Strategi Belajar Mengajar dalam Dunia Pendidikan
a)   Bagaimana seorang guru dalam menerapkan strategi belajar mengajar itu?
Sebagai calon guru, penulis mencoba untuk mendiskripsikan bagaimana cara menerapkan strategi belajar mengajar yang baik untuk masa yang akan datang agar dunia pendidikan kita memiliki potensi sumber daya manusia yang ahli dan mampu bersaing dengan dunia luar dan mengangkat harkat dan martabat bangsa, agar dunia luar tidak hanya bisa mengatakan bahwa negara kita hanya kaya akan sumber daya alam saja. Sebab menurut pendapat kami bahwa kemajuan sebuah negara itu adalah berdasarkan tingkat pendidikan yang dimilikinya, dan pendidikan setiap wilayah wawasan nusantara haruslah diperhatikan bagaimana sistem dan strategi pendidikan di daerah tersebut agar sejalan dan sesuai dengan daerah perkotaan yang telah maju. Dalam hal ini peran guru untuk menjalankan tugas panggilannya sangat diperlukan. Guru harus memiliki peran-peran yang bisa membimbing dan mendukung pola pikir anak didik agar mampu menjadi anak didik yang diharapkan seperti, Guru yang konstruktif harus selalu inovatif untuk mengadopsi metode-metode baru untuk memotivasi belajar anak-anak didiknya. Ia harus menempatkan anak-anak didiknya sebagai pusat pembelajaran, artinya sejauhmana materi disampaikan bukan tergantung guru dan kurikulumnya tetapi tergantung kepada murid-muridnya.
Seorang guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan inspirator dari proses kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga semua kualitas dari dalam diri anak-anak didiknya, akan terbuka. Semua kreativitas terletak di dalam diri anak-anak didik, karena anak-anak didik kita memiliki jiwa di mana terletak sumber dari segala potensi-potensinya. Karena ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang calon /guru adalah pemandu spiritual untuk membantu memberikan pengetahuan kepada jiwa anak-anak didik kita. Keterlibatan jiwa seorang murid dalam suatu kegiatan belajar mengajar, akan memberikan motivasi kuat kepada mereka. Anak-anak didik kita akan merasa dirinya berharga untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Guru sebagai Contoh Teladan, Seorang guru dapat memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku, jika anak-anak didiknya menemukan Gurunya banyak membaca buku. Tetapi, bagaimana mungkin seorang Guru yang jarang sekali membaca mampu memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku? Buku adalah sumber energi dan motivasi. Seorang guru harus menjadi pembaca intensif buku-buku perpustakaan, majalah dan mengumpulkan pengetahuan untuk mengilhami anak-anak dengan menceritakan hal-hal baru. Guru dapat membuat perpustakaan kecil sendiri di dalam kelasnya, dan menjadikan dirinya sebagai inspirator bagi murid-muridnya. Karena, menurut Sokrates kelas adalah tanah pertempuran antara guru dengan muridnya, dan senjatanya adalah pertanyaan. Kita sebagai guru adalah motivasi bagi anak-anak didik kita, melalui kebiasaan kita membaca buku, budaya fisik dan mental ini bisa memberi contoh kepada anak-anak didik kita. Karena murid-murid selalu mengikuti perilaku guru mereka. Jadi seorang guru dapat melakukan banyak hal melalui kekuatan motivasi. Seorang guru harus menyadari bahwa kekuatan motivasi dan menggunakannya dengan baik dimanapun.
Ada Senyum di Dalam Kelas, Senyum memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya dalam batas-batas sekolah, tetapi juga bahkan di dalam masyarakat pada umumnya. Senyum adalah ekspresi cinta. Senyum adalah kekuatan dan kekuasaan seseorang. Sekolah juga harus menjadikan senyum sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar. Seorang guru menyentuh hati anak-anak didiknya melalui daya tarik ‘senyum’. Senyum menciptakan percaya diri anak-anak didik kita. Perkembangan kemajuan anak-anak didik terhadap mata pelajarannya, terjadi ketika mereka mulai menyukai dan mencintai gurunya. Bagaimana murid mau mencitai pelajarannya jika ia tidak mencintai gurunya. Senyuman seorang guru, menciptakan getaran yang kuat pada diri anak-anak didiknya. Anak-anak didik kita tidak merasa takut untuk mengungkapkan persoalan apa yang terjadi dalam dirinya. Mereka tidak segan-segan lagi mengajukan pertanyaan, dan kebebasan berpikir di dalam kelas secara otomatis terjadi, ketika senyum hadir di dalam kelas. Kita sebagai calon/guru, dituntut untuk menjadi seorang teman untuk anak-anak didik kita. Persahabatan dapat membantu kita untuk lebih memahami seorang anak. Seorang anak didik akan mengungkapkan kesulitan/masalah hanya kepada guru yang sudah menjadi temanya. Tetapi, jika kita sebagai guru hanya memerankan seseorang pemberi tugas atau bahkan pemimpin sirkus untuk anak-anak didik kita, kita akan merusak kegitan belajar mengajar mereka. Anak-anak didik kita mulai membenci kita dan menyembunyikan segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada kita. Anak-anak didik kita akan mengembangkan rasa takut kepada kita. Itu sebabnya, banyak orang tua dan guru berada dalam masalah besar, ketika semua persoalan pribadi anak-anak kita tidak mengemuka. Anak-anak didik kita kehilangan kebebasan untuk berterus-terang menceritakan masalahnya. Sebenarnya ini bukan kesalahan anak-anak didik kita, tapi kesalahan kita sebagai orang tua dan guru di sekolah, yang tidak memiliki seni ‘bagaimana untuk menjadi teman dari anak-anak didik kita.’ Karena strategi jitu dalam proses belajar mengajar di dalam kelas  maupun di luar kelas menentukan terciptanya keoptimalan hasil belajar mangajar. Itu yang menjadi pendapat kami mengenai cara seoarang guru menerapkan strategi belajar mengajar di masa depan.
b)   Apakah strategi belajar mengajar seperti ini telah dapat diterapkan sepenuhnya dalam dunia pendidikan saat ini?
Seperti yang telah kita ketahui bahwa dunia pendidikan bangsa kita saat ini telah mengalami perubahan kearah yang lebih baik dari era-era pemerintahan yang sebelumnya. Telihat nyata dari sistem kurikulum yang terus mengalami perubahan menuju kearah sistem pendidikan yang lebih baik. Walaupun, di daerah-daerah perdesaan tertentu masih ada yang kurang merata fasilitas dan kondisi pendidikannya seperti di daerah perkotaan umumnya. Namun, pemerintah telah memberikan perhatian untuk hal itu agar sistem pendidikan di negara kita berjalan dengan kondusif. Hal yang nyata salah satunya adalah pembangunan fasilitas sekolah diberbagai tempat yang bangunnya mulai ambruk atau telah lama dan perlu diperbaiki, Sistem kukrikulum, dan cara belajar mengajar guru di dalam kelas yang harus profesional. Menurut pendapat kami sebagai tim penulis hali in merupakan bukti nyata dari strategi belajar mengajar yang telah sepenuhnya dalam dunia pendidikan.
Read More